Sabtu, 15 Juni 2013

RESENSI



Judul               : AYAT-AYAT CINTA
Pengarang       : Habiburrahman El-Shirazy
Sinopsis    :
Tengah hari di awal Agustus ini, udara panas menghiasi Kota Kairo Tanah dan pasir menguapkan bau neraka di sana-sini. Hembusan angin yang menerpa menambah suasana menjadi semakin tidak mengenakan. Panasnya sahara membuat kebanyakan penduduk Mesir enggan untuk keluar rumah. Mereka lebih memilih untuk tetap tinggal di dalam rumah dengan menghidupkan cooler dan menutup rapat rumah-rumah mereka sehingga panasnya Sahara tidak sampai masuk ke dalam rumah. Kumandang azan zuhur dari ribuan menara yang menghiasi Kota Mesir seolah tak mampu untuk menggerakkan hati muslim untuk menjalankan salat berjamaah dimasjid-masjid yang berserakan di seluruh Kota Mesir. Mereka akan lebih memilih untuk melaksanakan salat dirumah saja. Hanya mereka yang beriman teguh laksana batu karang yang tak gentar diterjang badai dan gelombang saja yang terpanggil untuk datang ke masjid melakukan salat berjamaah.
Fahri sudah bersiap-siap untuk pergi tallaqi, belajar langsung tentang Alquran pada Syaikh Utsman Abdul Fattah di Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak diujung utara Kairo. Pada Syaikh ini, Fahri belajar qiraah sab’ah dan ushul tafsir. Sebenarnya Fahri malas untuk berada di luar rumah dalam suasana panas begini, tapi ia sudah janji pada Syaikh Utsman akan datang, dan janji adalah utang yang harus dibayar dengan kedatangannya. Pukul dua tepat, ia sudah harus sampai, tidak boleh terlambat. Karena Syaikh Utsman adalah orang yang sangat terkenal  disiplin dan selalu datang tepat waktu.
Fahri adalah seorang mahasiswa Indonesia yang sedang berkuliah di Universitas Al Azhar dan sedang menunggu pengumuman untuk menulis tesis masternya. Sebelumnya, ia telah menyelesaikan gelar Lc atau Licence di universitas yang sama. Di Mesir ini, Fahri tinggal disebuah flat bersama 4 teman pelajar Indonesia lainnya. Keempat temannya itu masih menjalani program S1. Setelah membawa segala keperluannya selama dalam perjalanan yang lumayan jauh danmelelahkan, Fahri melangkahkan kaki keluar dari flatnya yang berada di lantai dua sebuah apartemen. Akan tetapi, sebelumnya ia akan salat zuhur dulu disebuah masjid dekat dengan tempat tinggalnya.  Baru saja ia berada diluar flat, terdengar suara seorang wanita berbisik memanggil namanya. Ia telah kenal betul suara itu. Suara itu milik Maria, anak tetangga yang flatnya berada tepat di atas flatmiliknya. Maria adalah anak dari Tuan Boutros Rafael Girgis. Mereka adalah sebuah keluarga Kristen Koptik yang dalam bahasa Mesirnya disebut qibthi. Walaupun mereka adalah keluarga Kristen, Fahri dan teman-teman yang tinggal dalam satu flat berteman akrab dengan mereka. Terlebih lagi, mereka sangat sopan dan menghormati Fahri dan teman-temannya sebagai mahasiswa Indonesia yang sedang menimba ilmu di AlAzhar. Maria memanggilnya karena ingin menitipkan sesuatu. Fahri pun menyanggupi dan melanjutkan langkahnya menuju masjid untuk salat zuhur, lalu berangkat tallaqi. Dalam pandangan Fahri, Maria adalah seorang gadis Mesir yang unik.
Dengan menaiki metro, Fahri berharap ia akan sampai tepat waktu di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq. Di metro itulah ia bertemu dengan Aisha. Aisha yang saat itu dicacimaki dan diumpat oleh orang-orang Mesir karena memberikan tempat duduknya pada seorang nenek berkewarganegaraan Amerika, ditolong oleh Fahri. Pertolongan tulus Fahri memberikan kesan yang berarti pada Aisha. Mereka pun berkenalan. Dan ternyata Aisha bukanlah gadis Mesir, melainkan gadis Jerman yang juga tengah menuntut ilmu di mesir.
Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain yaitu kepala keluarga ini bernama Bahadur, anak-anaknya bernama Mona, Suzanna, dan Noura. Bahadur sering menyiksa noura karena rupa serta warna rambut Noura yang berbeda dengan mereka.
Suatu malam Noura diusir Bahadur dari rumah. Noura diseret ke jalan sembari dicambuk. Tangisannya memilukan. Fahri tidak tega melihat Noura diperlakukan demikian oleh Bahadur. Ia meminta Maria melalui sms untuk menolong Noura. Fahri tidak bisa menolong Noura secara langsung karena Noura bukan muhrimnya. Maria pun bersedia menolong Noura malam itu. Ia membawa Noura ke flatnya. Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan madame Syaima. Dan benar, Noura bukan anak mereka. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya. Ia sangat berterima kasih pada Fahri dan Maria.
Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati mau menolongnya dimetro saat itu. Aisha rupanya jatuh hati pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri dan Syaik Utsman. Melalui bantuan Syaik Utsman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha. Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa keponakannya sangat mencitai Fahri. Namun terlambat! Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Oh, malang benar nasib Nurul. Dan pernikahan Fahri dengan Aisha pun berlangsung. Fahri dan Aisha memutuskan untuk berbulan madu di sebuah apartemen cantik selama beberapa minggu. Sepulang dari ‘bulan madu’nya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang, saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Alhasil, begitu mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangat terpukul.
Kebahagian Fahri dan Aisha tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Noura teramat terluka saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha. Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu. Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu (malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri memperkosanya).
Tapi Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Tidak ada jalan lain. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Aisha berharap, dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya. Dan harapan Aisha menjadi kenyataan. Maria dapat membuka matanya dan kemudian bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Alhasil, Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Dengan kata lain, Fahri dapat meninggalkan penjara yang mengerikan itu. Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar, Fahri memaafkan Noura. Dan, terungkaplah bahawa ayah dari bayi dalam kandungan Noura adalah Bahadur.
Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Namun Maria beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf.
Dari buku kita tahu bahwa Fahri selalu “menjaga diri” di tengah wanita-wanita yang dekat dengannya. Hal itu Fahri lakukan karena rasa cintanya pada Yang Maha Kuasa. Fahri berusaha konsisten dengan prinsip, dan ajaran agama yang ia pegang teguh. Cinta Fahri pada agama dan Sang Khalik menuntunnya pada cinta Aisha. Atas izin Allah Fahri dan Aisha bersatu di bawah payung cinta yang tulus mengharapkan ridhaNya.

Kelebihan            :
Saya yakin Habiburrahman El Shirazy berhasil melukiskan suasana kehidupan Kota Mesir yang menjadi latar belakang cerita ini dengan begitu mengesankan, karena ia mengalami sendiri hari-hari di kota-kota Mesir. Saya seperti melihat langsung Mesir itu dalam suasana panas 41 derajatnya. Gambar rumah-rumahnya, Budaya masyarakatnya dan humor-humor yang digunakan orang Mesir, saking berhasilnya penulis menghidupkan Fahri dan suasana di sekitarnya, saya sempat berpikir bahwa Fahri tidak lain adalah Habiburahman EI Shirazy sendiri. Dan di cerita ini banyak sekali ajaran-ajaran moral yang baik, yang dapat dicontoh dikehidupan sehari-hari.

Kekurangan        :
Menampilkan tokoh utama yang terlalu sempurna di sini. Seorang pria dicintai empat orang wanita. Mungkinkah? Jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, rasanya aneh jika ada pria yang disukai oleh empat orang wanita sekaligus. Baik Aisha, Maria, Noura, dan Nurul menginginkan Fahri menjadi suaminya. Beruntung sekali tokoh Fahri! Mungkinkah hal yang demikian ada dalam kehidupan nyata?
Sumber:
2.Sumber : http://kingtiger.blog.com/2010/05/11/resensi-novel-ayat-ayat-cinta/