Kamis, 19 April 2012

Perilaku Organisasi Tugas 4

1.      KEPEMIMPINAN SITUASIONAL
Gaya kepemimpin situasional mencoba mengkombinasikan proses kepemimpinan dengan situasi dan kondisi yang ada. Gaya ini diketengahkan oleh Hersey dan Blancard yang amat menarik untuk dipelajari. Menurut gaya kepemimpinan situasional, ada tiga hal yang saling berhubungan yaitu:

1.Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan.
2
.Jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh pimpinan.
3
.Tingkat kematangan dan kesiapan para pengikut yang di tunjukkan dalam melaksanakan tugas kasus, fungsi atau tujuan tertentu.
a.      Model kontijensi
Model kontijensi efektifitas kepemimpinan ini menyimpulkan bahwa seorang menjadi pemimpin bukan hanya karena kepribadian yang dimilikinya, tetapi juga karena berbagai faktor situasi dan saling hubungan antara pemimpin dengan bawahan.
Teori kontijensi dapat digunakan untuk menganalisis desain dan sistemakuntansi manajemen untuk memberikan informasi yang dapat digunakan perusahaan untuk berbagai macam tujuan (Otley, 1995) dan untuk menghadapi persaingan (Mia dan Clarke,1999). Menurut Otley (1995) Sistem pengendaliandipengaruhi oleh konteks dimana mereka beroperasi dan perlu disesuaikan dengankebutuhan dan keadaan organisasi. Premis dari Teori Kontinjensi adalah tidak terdapat sistem pengendalian yang secara universal selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh organisasi dalam setiap keadaan. Suatu sistem pengendalian akan berbeda-beda di tiap-tiap organisasi yang berdasarkan pada faktor organisatoris danfaktor situasional.Di dalam menelaah hubungan antara sistem pengendalian dengan hasil kerja( Work outcomes ), Kenis (1979) menyarankan untuk melibatkan variabel situasional. (seperti personalitas, sasaran yang sesuai, reward expectancy , organisasional danvariabel lingkungan) sebagai variabel mediasi yang mempengaruhi hubungan antarasistem pengendalian manajemen dan work outcomes. Sedangkan menurut pertimbangan Otley (1995) bahwa variabel yang berpengaruh dalam menentukansistem pengendalian manajemen adalah lingkungan, teknologi, ukuran organisasi danstrategi perusahaan.Berangkat dari kenyataan ini, maka sebuah teori kontinjensi dalam pengendalian manajemen terletak di antara dua ekstrim (Chenhall, 2003). Ekstrimyang pertama, berdasarkan teori kontinjensi maka pengendalian manajemen akan bersifat situation specific model atau sebuah model pengendalian yang tepat akansangat dipengaruhi oleh situasi yang dihadapi. Ekstrim kedua adalah adanyakenyataan bahwa sebuah sistem pengendalian manajemen masih dapat digeneralisir untuk dapat diterapkan pada beberapa perusahaan yang berbeda-bedaPara peneliti dibidang akuntansi (Anthony dan Vijay, 2005; Fisher, 1998) menggunakan teori kontinjensi saat mereka menelaah hubungan antara faktor organisatoris dan pembentukan sistem pengendalian manajemen. Berdasarkan padateori kontinjensi, maka sistem pengendalian manajemen (sistem pengukuran kinerjadan proses sosialisasi) perlu digeneralisasi dengan mempertimbangkan faktor organisatoris dan situasional seperti perilaku individu (kerjasama) atau disesuaikandengan kondisi (teknologi, ukuran organisasi dan strategi perusahaan) agar dapat diterapkan secara efektif pada perusahaan.


b.      Model Vroom-Yetton
Vroom & Yetton mengembangkan beberapa gaya, pembuatan keputusan manajemen dengan memberikan 13 alternatif saran mana yang cocok diterapkan dalam situasi yang berbeda. Artinya, dengan melihat situasi disarankan keputusan gaya yang cocok. Berikut ini disajikan lima gaya pengambilan keputusan yang disarankan Vroom & Yetton lengka dengan tingkat partisipasi bawahannya.
Gaya 1. Tetapkan keputusan sendiri dengan menggunakan informasi yang ada saat itu. Partisipasi bawahan tidak ada.
Gaya 2. Dapatkan informasi dari bawahan dan selesaikan masalah oleh kita sendiri. Tidak perlu memberitahukan kepada bawahan apa yang menjadi masalah ketika meminta informasi kepada mereka, peran yang diharapkan dari bawahan hanya merupakan sumber informasi dan bukan mengemban alternative penyelesaian. Partisipasi bawahan rendah.
Gaya 3. Ikut sertakan bawahan yang bersangkutan dengan masalah, minta ide dan sarannya secara sendiri-sendiri. Kemudian ambil keputusan, baik sendiri atau tidak disertai pengaruh dan saran-saran bawahan. Partisipasi bawahan sedang.
Gaya 4. Ikut sertakan bawahan sebagai satu kelompok, dapatkan ide dan saran dari mereka. Kemudian ambil keputusan sendiri disertai pengaruh dan saran bawahan. Partisipasi bawahan tinggi.
Gaya 5. Ikut sertakan bawahan sebagai suatu kelompok dalam memecahkan masalah. Bersama mereka kembangkan dan evaluasi alternatif. Usahakan mencapai consensus. Anda sebagai pemimpin berperan sebagai ketua. Tidak dibenarkan mempengaruhi kelompok dengan apa yang hendak anda putuskan dan anda bersedia untuk menerima dan melaksanakan setiap keputusan kelompok. Partisipasi bawahan sangat tinggi.
c.       Path Goal Theory
Dasar teori ini adalah bahwa merupakan tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan dukungan atau keduanya yang di butuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path goal ini dating dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran di sepanjang jalur yang lebih mudah dengan mengurangi hambatan dan pitfalls. Model path goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar
  1. Fungsi pertama : memberi kejelasan alur
  2. Fungsi kedua : meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan. Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.

2.      Anatomi Organisasi

Anatomi sebuah organisasi terdiri dari :
1. Vision / Mision.
Dua jargon yang muncul hampir di setiap pembicaraan tentang analisa perusahaan, yang kenyataannya sangat sulit untuk dirasakan tangibility-nya; dan beragam pula alasan (dan jargon) yang muncul dalam menjawab isu visi/ misi vs tangibility ini. Jawaban yang sering terucap, lepas dari benar atau tidaknya, adalah: tidak adanya buy-in, kurangnya ownership, lemahnya change management, ataupun tidak ada komitmen dari top management.
2. Strategic Intent.
Adalah upaya organisasi dalam menterjemahkan visi/ misi menjadi beragam intensi organisasi di masa mendatang pada tingkat strategis, ataupun dalam bentuk sasaran pada tingkat organisasi.
3. Strategic Response.
Adalah upaya organisasi dalam merespon intensi strategis, yaitu inisiatif strategis yang akan dijalankan oleh organisasi sebagai jawaban atau tanggapan terhadap intensi di atas, yang dalam hal ini adalah beragam obyektif pada tingkat organisasi.
4. Kapabilitas Organisasi adalah semua kualitas dan kuantitas dari aset organisasi yang akan menentukan seberapa jauh organisasi tersebut mampu menjalankan beragam inisiatif yang sudah ditentukan dalam respon strategis.
a. Bentuk Desain Organisasi

Bentuk dari desain organisasi ini ditentukan oleh tingkat formalisasi yang  dilakukan, tingkat sentralisasi dalan organisasi, kualifikasi karyawan, span of control  yang ada serta komunikasi dan koordinasi yang ada dalam organisasi (Robbins, 2003,136). Bentuk desain organisasi terdiri dari :

1. Organic
Pada organisasi yang berbentuk organic, maka dalam organisasi ini terdapat tingkat formalisasi yang rendah, terdapat tingkat sentralisasi yang rendah, serta diperlukan training dan pengalaman untuk melakukan tugas pekerjaan. Selain itu terdapat span of control yang sempit serta adanya komunikasi horisontal dalam organisasi.

2. Mostly Organic
Pada organisasi yang berbentuk mostly organic, formalisasi dan sentralisasi yang diterapkan berada di tingkat moderat. Selain itu diperlukan pengalaman kerja yang banyak dalam organisasi ini. Terdapat span of control yang bersifat antara horisontal yang bersifat verbal dalam organisasi tersebut.

3. Mechanistic
moderat sampai lebar serta lebih banyak komunikasi Pada organisasi yang berbentuk mechanistic, terdapat ciri-ciri yaitu : adanya tingkat formalisasi yang tinggi, tingkat sentralisasi yang tinggi, training atau pengalaman kerja yang sedikit atau tidak terlalu penting, ada span of control yang lebar serta adanya komunikasi yang bersifat vertikal dan tertulis.

4. Mostly Mechanistic
Pada jenis organisasi ini, terdapat ciri-ciri yaitu : adanya formalisasi dan sentralisasi pada tingkat moderat, adanya training-training yang bersifat formal atau wajib, span of control yang bersifat moderat serta terjadi komunikasi tertulis maupun verbal dalam organisasi tersebut.
b. Pembagian Kerja
Berikut ini ada beberapa dasar yang dapat dijadikan pedoman untuk mengadakan pembagian kerja. Pedoman-pedoman tersebut adalah:
  1. Pembagian kerja atas dasar wilayah atau teritorial, misalnya wilayah timur, barat atau wilayah kecamatan, kabupaten dan lain sebagainya.
  2. Pembagian kerja atas dasar jenis benda yang diproduksi, misalnya pada komponen suatu kendaraan, bagian pemasangan jok mobil, pemasangan rem mobil dan lainnya.
  3. Pembagian kerja atas dasar langganan yang dilayani, misalnya adalah langganan secara individual atau kelompok, pemerintahan atau non pemerintahan dan sebagainya.
  4. Pembagian kerja atas dasar fungsi (rangkaian) kerja, misalnya bagian produksi, bagian gudang, bagian pengiriman dan lainnya.
  5. Pembagian kerja atas dasar waktu, misalnya shif kerja pagi, siang dan malam.
c. Departementalisasi
Pegawai atau karyawan dalam suatu perusahaan terhubung dalam suatu kesatuan struktur yang menyatu dengan tujuan agar pekerjaan yang ada dapat terselesaikan dengan lebih baik dibandingkan tanpa adanya pembagian bagian tugas kerja. Pembagian departemen atau unit pada struktur organisasi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) macam :
d. Rentang kendali
Banyak perusahaan yang tidak efektif bu-kan karena kondisi eksternal tetapi lan-taran struktur organisasinya kurang kokoh. Struktur ini hendaknya mencerminkan apa yang menjadi sasaran perusahaan, dan efisiensi pelaksanaan fungsi hendaknya menjadi patokan utama.
Efisiensi ini bisa dicapai bila perintah dan pe-nugasan oleh eselon manajer dapat segera dilak-sanakan oleh bawahan, dengan proses antara seminim mungkin. Pengarahan, briefing, dan instruksi hendaknya serba ringkas. Apa yang menjadi tanggung jawab bawahan pun hendaknya selalu jelas.
 e. Pelimpahan wewenang
Pelimpahan wewenang merupakan faktor utama dalam organisasi dan manajemen industri. Hal ini disebabkan karena :
  • · Pelimpahan wewenang dapat digunakan untuk menetapkan hubungan organisatoris formal diantara badan-badan usaha terkait, atau hubungan struktural antara personal dalam organisasi,
  • · Pelimpahan wewenang berarti memberikan kekuasaan manajerial kepada para manajer untuk melakukan dan pengambilan keputusan penting.
  • · Pelimpahan wewenang merupakan salah satu sarana untuk mengembangkan bawahan dengan cara memberikan izin kepada mereka untuk mengambil keputusan dan menerapkan IPTEK yang mereka peroleh dari program-program training dan pertemuan-pertemuan.

f. Dimensi Struktural
yaitu dimensi yang menggambarkan karakteristik internal dari organisasi dan menciptakan suatu dasar untuk mengukur dan membandingkan organisasi. Dimensi struktural terdiri dari :

1. Formalisasi.
Formalisasi mengacu pada suatu tingkat yang terhadapnya pekerjaan di dalam organisasi itu dibakukan. Jika suatu pekerjaan sangat diformalkan, maka pelaksana pekerjaan tersebut mempunyai tingkat keleluasaan yang minimum mengenai apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan, dan bagaimana ia harus mengerjakan.

2. Spesialisasi
Hakikat spesialisasi adalah bahwa, daripada dilakukan oleh satu individu, lebih baik seluruh pekerjaan itu dipecah-pecah menjadi sejumlah langkah, dengan tiap langkah diselesaikan oleh seorang individu yang berlainan. Pada dasarnya, individu-individu berspesialisasi dalam mengerjakan bagian dari suatu kegiatan, bukannya mengerjakan seluruh kegiatan. Suatu spesialisasi kerja dikatakan bersifat ekstensif apabila setiap karyawan hanya mengerjakan tugas-tugas tertentu yang sempit wilayahnya. Suatu spesialisasi dikatakan rendah apabila karyawan mengerjakan tugas-tugas yang mempunyai batasan yang luas.
Kadang-kadang spesialisasi disebut juga sebagai “division of labor”.

3. Standarisasi
Any procedure that occurs regularly, is legitimized by the organization, has rules that cover circumstances dan applies invariably.(Jackson & Morgan, 1978, 92)
Standarisasi menunjuk pada prosedur yang di desain untuk membuat aktivitas organisasi menjadi teratur, dan hal ini secara otomatis akan memfasilitasi adanya koordinasi.

4. Hierarki Otoritas.
Otoritas merupakan bentuk dari kekuasaan yang ada pada suatu posisi atau kantor. Ketika hak untuk mengatur bawahan termasuk dalam otoritas seseorang, maka otoritas tersebut memberikan hak untuk membatasi pilihan dan perbuatan yang dilakukan oleh bawahan. Bawahan diharapkan mematuhi perintah dari atasan. Meskipun jenis kekuasaan ini mempunyai batasan-batasan, namun otoritas memberikan kebebasan beberapa anggota organisasi untuk membuat kebijaksanaan dan bertindak, dibandingkan anggota organisasi lainnya.

5. Kompleksitas
Kompleksitas menunjuk pada jumlah aktivitas maupun subsistem pada organisasi. Kompleksitas bisa diukur melalui 3 ( tiga ) diferensiasi yaitu vertikal, horizontal dan spatial.

6. Sentralisasi
Istilah sentralisasi mengacu pada sampai tingkat mana pengambilan keputusan dipusatkan pada suatu titik tunggal dalam organisasi. Konsep itu hanya mencakup wewenang formal, yaitu hak-hak inheren dalam posisi seseorang. Dikatakan bahwa ketika manajemen puncak membuat keputusan-keputusan kunci dalam organisasi dengan masukan yang terbatas dari karyawan yang berada di bawahnya, maka organisasi tersebut memiliki tingkat sentralisasi tinggi.
7. Profesionalisme
Profesionalisme adalah level dari pendidikan formal dan training yang harus dimiliki dan diikuti oleh karyawan. Profesionalisme dianggap tinggi apabila karyawan harus mengikuti training dalam jangka waktu yang lama untuk memegang suatu pekerjaan atau jabatan pada perusahaan.

8. Personnel ratio.
Personel ratio menunjuk pada jumlah karyawan pada suatu fungsi atau departemen tertentu.

Referensi :
jurnalmanajemenn.blogspot.com


Rabu, 18 April 2012

PERILAKU KEORGANISASIAN TUGAS 3


TOKOH KEPEMIMPINAN B.J HABIBIE
Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, pada 25 Juni 1936. Langkah-langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude.

Habibie dan Demokrasi Indonesia

Ketika mendapat amanah menjadi Presiden RI ke-3, kondisi ekonomi, sosial, stabilitas politik, keamanan di Indonesia berada di ujung tanduk “revolusi”. Dengan mengambilkebijakan yang salah serta pengelolaan ekonomi yang tidak tepat, maka Indonesia 1998 berpotensi masuk dalam era “chaos” ataupun revolusi berdarah. (catatan : perlu diingat bahwa reformasi 1998 menelan ratusan bahkan ribuan korban pembunuhan dan pemerkosaan serta serangkaian kerusuhan, penjarahan, pembakaran, yang terutamaditujukan pada etnis Tionghoa). Untungnya di tahun 1998, Indonesia tidak masuk dalamera revolusi jilid-2 namun hanya masuk dalam era reformasi.Belajar dari kesalahan presiden pendahulunya, Jenderal Soeharto, Presiden Habibiememimpin Indonesia dengan cermat, cepat, telaten, rasional dan reformis. Habibiemenunjukkan perhatiannya terhadap keinginan bangsa untuk lebih mengerti danmenerapkan prinsip umum demokrasi. Perhatiannya didasarkan pada pengamatanHabibie pada pemerintahan Orde Lama dan sebagai pejabat pada masa Orde Baru,dimana telah mengarahkan beliau untuk mempelajari situasi yang ada. Melalui prosesyang sistematik, menyeluruh, dan menyatu, Habibie mengembangkan sebuah konsepyang lebih jelas, sebuah pengejewantahan dari proaktif dan prediksi preventive atasinterpretasi dari demokrasi sebagai sebuah mesin politik. Konsep ini kemudiandiimplementasikan dalam berbagai agenda politik, ekonomi, hukum dan keamananseperti:Kebebasan multi partai dalam pemilu (UU 2 tahun 1999)Undang Undang anti monopoli (UU 5 tahun 1999)Kebijakan Independensi BI agar bebas dari pengaruh Presiden (UU 23 tahun 1999)Kebebasan berkumpul dan berbicara, (selanjutnya masyarakat lebih mengenal istilahdemonstrasi)Pengakuan Hak Asasi Manusia (UU 39 tahun 1999)Kebebasan pers dan media,Usaha usaha menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien yang bebas dari korupsi,kolusi, dan nepotisme atau dengan kata lain adalah pemerintahan yang baik dan bersih.(Membuat UU Pemberantasan Tindak Korupsi pada tahun 1999)Penghormatan terhadap badan badan hukum dan berbagai institusi lainnya yang dibentuk atas prinsip demokrasi;Pembebasan tahanan-tahanan politik tanpa syarat, (eg. Sri Bintang Pamungkas danMuktar Pakpahan)Pemisahan Kesatuan Polisi dari Angkatan Bersenjata.Dalam waktu yang relatif singkat sebagai Presiden RI, Habibie telah memelihara pandangan modern beliau dalam demokrasi dan mengimplementasikannya dalam setiap proses pembuatan keputusan.Peran penting Habibie dalam percepatan proses demokrasi di Indonesia dikenal baik olehmasyarakat nasional ataupun internasional sehingga beliau dianggap sebagai “Bapak Demokrasi“. Komitmen beliau terhadap demokrasi adalah nyata. Ketika MPR, institusitertinggi di Indonesia yang memiliki wewenang untuk memilih Presiden dan WakilPresiden, menolak pidato pertanggung-jawaban Habibie ( masalah referendum Timor-Timur ), Habibie secara berani mengundurkan diri dari pemilihan Presiden yang baru padatahun 1999. Beliau melakukan ini, selain penolakan MPR atas pidatonya tidak mengekang beliau untuk terus ikut serta dalam pemilihan, dan keyakinan dari pendukung beliau bahwa beliau akan tetap bisa unggul dari kandidat Presiden lainnya, karena yakin bahwa sekali pidatonya ditolak oleh MPR akan menjadi tidak etis baginya untuk terus ikut dalam pemilihan. Keputusan ini juga dimaksudkan sebagai pendidikan politik dari arti sebuah demokrasi



Referensi :
Dari Buku Pragmatisme Pendidikan Indonesia
Beberapa Tantangan Menuju Masyarakat InformasiOleh : Rum RosyidDosen FKIP Universitas TanjungpuraDirektur Global Equivalency for Education

Kamis, 05 April 2012

Perilaku antar kelompok dengan manajemen konflik


Berbagai demonstrasi yang terjadi beberapa hari terakhir dan muncul di lebih dari 100  kota di Indonesia, sebenarnya bukan hanya untuk menolak BBM. Namun lebih kepada akumulasi kekecewaan terhadap kinerja pemerintah yang dinilai gagal. Hilangnya kasus Century, rekayasa kasus Antasari, pembunuhan aktivis Munir, dan korupsi yang terjadi dimana-mana. Bahkan menurut KPK, pada 2011 Kementrian Agama menjadi lembaga terkorup, disusul Kemnakertrans, dan Kementrian koperasi dan UKM serta masalah-masalah lain yang semakin menyengsarakan rakyat. DPR sebagai lembaga legislatif sudah tidak lagi berfungsi dengan baik. DPR tercatat menjadi lembaga terkorup 2010, kasus korupsi banggar DPR, kasus vidoe porno, dan seringnya anggota DPR tidak datang dalam rapat-rapat penting, membuat demonstrasi menjadi harga mati untuk keadaan saat ini. Banyak sekali bencana-bencana yang terjadi jika BBM tetap naik, sebab kenaikan harga BBM akan mempengaruhi kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Menurut Institute for Development of Economics and Finance (Indef) 2012, Saat BBM naik, maka akan ada 1,5 juta rakyat miskin baru di indonesia dan program BLT yang hanya pembodohan terhadap masyarakat tidak akan mampu mengatasi masalah ini. Banyak sekali pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa mahasiswa jangan berdemo dan lebih melakukan kegiatan intelektual untuk mengatasi masalah BBM, seperti menemukan energi terbarukan dan karya-karya lainnya.
 
Menurut saya, Tidak ada yang salah dengan demonstrasi, sebab demo adalah salah satu HAK atau hasil dari perjuangan. Unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.” Jadi tidak ada yang bisa untuk melarang seseorang atau kelompok untuk berdemo.